PURPLE LOVE
Sutradara : Guntur Soeharjanto
Produksi : Starvision, 2011
Apa sih 'unyu'? Ada pengertian umum bahwa bahasa gaul yang banyak digunakan di jejaring sosial sekarang ini merupakan suatu frase yang mencerminkan suatu ekspresi menggemaskan, imut abis, lucu banget, atau apalah. Ada yang mengidentikkannya dengan para alay. Ada yang bilang itu gerakan mulut abege-abege sekarang kalau lagi beraksi di depan kamera. Memonyongkan bibir, kalau bersuara, bakal keluar kata itu. Ada juga yang bilang, maaf, anjing, yang lantas banyak dimaki-maki kembali oleh yang sering menggunakannya. Ah, terserahlah. Kalau saya rasanya lebih setuju buat menginterpretasikannya sebagai sekedar bahasa gaul bagi abege-abege terhadap ekspresi yang bisa berbeda-beda. Bisa gemas, bisa mengejek, tapi bukan 'anjing' ya. Ya terserah saja. Bagi saya, film ini Purple Love ini begitu juga. Unyu. Terserah mengartikannya :).
Ok, sama seperti Wali di 'Baik-Baik Sayang' tempo hari, sejak Ungu sering jatuh ke nada-nada dan cengkok band-band Melayu di lagu mereka (tentu tak termasuk 'Saat Bahagia', duet mereka bersama Andien yang jadi pengiring penting disini), I'm not their fans nor lover. Tapi kita harus mengakui juga, dalam kaitan bisnis, tentu tak ada salahnya mengangkat grup band atau penyanyi terkenal selangkah lebih maju ke layar lebar. Meski rata-rata resepnya klise sekalipun, mau mereka berperan sebagai anak band atau diplesetkan ke entertainer bidang lain, sama saja. Rhoma Irama dan Soneta pun dari dulu begitu. Di luar dakwah, rata-rata film-film tadi dibuat memang untuk senang-senang saja. Kisah cinta sebagai bumbunya? Oh itu wajib dan hampir selalu ada. Musiknya, ya lagu-lagu mereka. Komplit sebagai pop culture yang pasti jadi dayatarik buat penggemarnya. Dan percayalah, sekali dua kali atau bahkan lebih banyak tampil di videoklip, pasti tak susah lagi mengarahkan mereka dalam dunia akting. Apalagi chemistry masing-masing personilnya, pasti sudah terbangun dengan baik dengan sendirinya. Grogi-grogi sedikit, itu biasa. Namanya juga debut.
Pasha yang bergerak di bidang advertising agency bersama empat sahabatnya, Makki, Onci, Rowman dan Enda, tengah dirundung kegalauan karena di hari spesialnya melamar sang kekasih, Lisa (Qory Sandioriva), Pasha justru diputuskan demi seorang lelaki lain. Demi persahabatan mereka, Makki dkk. merancang sebuah rencana untuk menghibur Pasha. Sebuah agensi pengobat patah hati bernama Purple Hearts yang dijalankan Talita (Nirina Zubir) pun masuk ke dalam kehidupan mereka. Dengan segala cara, Talita berusaha mengembalikan keceriaan Pasha hingga berniat menjodohkannya dengan klien lain, Shelly (Kirana Larasati). But the cupid acts different. Shelly malah salah sasaran ke Onci, dan Pasha-Talita yang sebenarnya saling menaruh hati terpaksa berhadapan dengan sebuah kenyataan lain yang menyimpan rahasia terhadap penyakit yang diderita Talita sejak lama. Belum lagi Lisa yang ternyata mau melakukan apa pun untuk kembali ke Pasha.
Yup, it's all cliche, tapi juga sulit menampik nuansa keceriaan yang mengalir dari kombinasi jualan penuh hiburan ini. Tak hanya para personil Ungu yang awalnya masih canggung namun bergerak semakin lepas sejalan masa putarnya, karakter Nirina sebagai Talita juga bisa membangun chemistrynya dengan lekat ke mereka semua terutama part-part romantisnya dengan Pasha. Satu hal lagi, part Onci dan Kirana Larasati yang bermain begitu luwes serta komikal, juga jadi highlight yang sangat menyenangkan. But wait. Ini sudah jadi pola yang jarang bisa terhindarkan di banyak film-film kita. Saat penulis sudah seakan kehilangan ide membangun konfliknya dalam skenario, film kita sering sekali jatuh ke 'unlikely'-'unlikely' biasanya, dan satu yang merusak bangunan baik yang sudah berjalan dari awal itu kali ini adalah turnover dramatis yang jadi terlihat dipaksakan.
Cassandra Massardi, yang sebenarnya sudah sering berkiprah sebagai scriptwriter namun tak punya catatan yang benar-benar wah , begitupun sang sutradara Guntur Soeharjanto yang sejak awal karir layar lebarnya lebih dikenal lewat film-film komedi ngocolnya, kemudian memilih memelintir filmnya ke dalam pesan moral yang melankolis tentang pengorbanan, sampai-sampai harus melibatkan anak-anak kurang mampu pengidap penyakit-penyakit serius di sebuah rumahsakit amal. Seakan belum cukup, Cassandra justru melangkah lebih jauh lagi agar terlihat bombastis dengan tipe penyakit yang dipilihnya, namun jadi salah kaprah dalam penyampaian dan penggambarannya hingga terlihat konyol (Miss Cassandra and the assistants, please be aware bahwa googling saja tak cukup baik untuk menggambarkan suatu hal yang bukan bidang Anda dengan terjemahan lepas nonmedis 'Kanker Jantung' yang terlepas dengan bodohnya dari mulut si dokter disini, belum lagi gambaran penderitanya yang enak-enakan bersepeda dan bergalau-galau ditimpa stress kesana kemari).
Dari bagian-bagian ini, 'Purple Love' yang terasa dipanjang-panjangkan pun semakin kedodoran menuju konflik akhirnya dengan kehadiran Lisa yang tak juga di-handle secara wajar. Dramatisasi dan sedikit bumbu bombastis yang seringkali worked as well di film-film Asia memang sah-sah saja tapi berjalan di jalur yang benar, itu jauh lebih penting lagi. Sayang sekali, though however, Saya yakin seyakin-yakinnya kalau yang namanya fans Ungu tak akan keberatan dengan semua ini, dan tetap bakal menikmati sambil ber-'unyu-unyu' dengan idolanya yang tampil tak kalah 'unyu' itu. After all, mari kembali ke tujuan semula, bahwa menggabungkan pemusik terkenal dengan visual layar lebar, toh tujuannya hanya buat senang-senang saja. And in that case, sasaran sebuah hiburan seperti ini tak pernah salah juga kan? Ya, ya, mudah-mudahan saja begitu. (dan)
tempat download film
disini
sub title